Jumat, 23 Maret 2012

Petualangan Fendi: At Twin Towers malaysia

Kamis, 23 Februari 2012

Anggota pkes

Rabu, 22 Februari 2012

Semarak Pasar Modal Syariah

                     Semarak Pasar Modal Syariah

Sejarah Singkat Industri Syariah
Sejarah perkembangan industri keuangan syariah yang meliputi perbankan, asuransi dan pasar modal pada dasarnya merupakan suatu proses sejarah yang sangat panjang. Lahirnya Agama Islam sekitar 15 (lima belas) abad yang lalu meletakkan dasar penerapan prinsip syariah dalam industri keuangan, karena di dalam Islam dikenal kaedah muamalah yang merupakan kaedah hukum atas
hubungan antara manusia yang di dalamnya termasuk hubungan perdagangan dalam arti yang luas. Namun demikian, perkembangan penerapan prinsip syari'ah mengalami masa surut selama kurun waktu yang relatif lama pada masa imperium negara-negara Eropa. Pada masa tersebut negara-negara di Timur Tengah serta negara-negara Islam lain hampir semuanya menjadi wilayah jajahan negara-negara Eropa.
Dalam perkembangan selanjutnya, dengan banyaknya negara Islam yang terbebas dari penjajahan dan semakin terdidiknya generasi muda Islam, maka ajaran Islam mulai meraih masa kebangkitan kembali. Sekitar tahun 1960-an banyak cendekiawan moslem dari negara-negara Islam sudah mulai melakukan pengkajian ulang atas penerapan sistem hukum Eropa kedalam industri keuangan dan sekaligus memperkenalkan penerapan prinsip syariah islam dalam industri keuangannya.
Pada awalnya prinsip syariah islam diterapkan pada industri perbankan dan Cairo adalah merupakan negara yang pertamakali mendirikan bank Islam sekitar tahun 1971 dengan nama “Nasser Social Bank” yang operasionalnya berdasarkan sistem bagi hasil (tanpa riba). Berdirinya Nasser Social Bank tersebut, kemudian diikuti dengan berdirinya beberapa bank Islam lainnya seperti Islamic Development Bank (IDB) dan the Dubai Islamic pada tahun 1975, Faisal Islamic Bank of Egypt,
Faisal Islamic Bank of Sudan dan Kuwait Finance House tahun 1977. Selanjutnya penerapan prinsip syariah pada sektor di luar industri perbankan, juga telah dijalankan pada industri asuransi (takaful) dan industri Pasar
Modal (Pasar Modal Syariah). Pada industri Pasar Modal, prinsip syariah telah diterapkan pada instrumen obligasi, saham dan fund (Reksa Dana). Adapun negara yang pertama kali mengintrodusir untuk mengimplementasikan prinsip syariah di sektor pasar modal adalah “Jordan dan Pakistan”, dan kedua negara tersebut juga telah menyusun dasar hukum penerbitan obligasi syariah. Selanjutnya pada tahun 1978, pemerintah Jordan melalui Law Nomor 13 tahun 1978 telah mengijinkan Jordan Islamic Bank untuk menerbitkan Muqaradah Bond. Ijin penerbitan
Muqaradah Bond ini kemudian ditindaklanjuti dengan penerbitan Muqaradah Bond Act pada tahun 1981. Sementara pemerintah Pakistan, baru pada tahun 1980 menerbitkan the Madarabas Company dan Madarabas Ordinance.
Secara umum, penerapan prinsip syariah dalam industri pasar modal khususnya pada instrumen saham dilakukan berdasarkan penilaian atas saham yang diterbitkan oleh masing-masing perusahaan, karena instrumen saham secara natural telah sesuai dengan prinsip syariah mengingat sifat saham dimaksud
bersifat penyertaan. Para ahli fiqih berpendapat bahwa suatu saham dapat dikatergorikan memenuhi prinsip syariah apabila kegiatan perusahaan yang menerbitkan saham tersebut tidak tercakup pada hal-hal yang dilarang dalam syariah islam, seperti :
1. alkohol;
2. perjudian;
3. produksi yang bahan bakunya berasal dari babi;
4. pornografi;
5. jasa keuangan yang bersifat konvensional;
6. asuransi yang bersifat konvensional.

Gambaran Pasar Modal Syariah di Indonesia
Sejak secara resmi Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) meluncurkan prinsip pasar modal syariah pada tanggal 14 dan 15 Maret 2003 dengan itandatanganinya nota kesepahaman antara Bapepam dengan Dewan Syariah asional- Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI), maka dalam perjalanannya erkembangan dan pertumbuhan transaksi efek syariah di pasar modal Indonesia erus meningkat. Harus dipahami bahwa ditengah maraknya pertumbuhan kegiatan konomi syariah secara umum di Indonesia, perkembangan kegiatan investasi yariah di pasar modal Indonesia masih dianggap belum mengalami kemajuan yang ckup signifikan, meskipun kegiatan investasi syariah tersebut telah dimulai dan iperkenalkan sejak pertengahan tahun 1997 melalui instrumen reksa dana syariah serta sejumlah fatwa DSN-MUI berkaitan dengan kegiatan investasi syariah di pasar modal Indonesia.
Dilihat dari kenyataannya, walaupun sebagian besar penduduk Indonesia mayoritas beragama Islam namun perkembangan pasar modal yang berbasis syariah dapat dikatakan sangat tertinggal jauh terutama jika dibandingkan dengan Malaysia yang sudah bisa dikatakan telah menjadi pusat investasi berbasis syariah di dunia, karena telah menerapkan beberapa instrumen keuangan syariah untuk industri pasar modalnya. Kenyataan lain yang dihadapi oleh pasar modal syariah kita hingga saat ini adalah minimnya jumlah pemodal yang melakukan investasi, terutama jika dibandingkan dengan jumlah pemodal yang ada pada sektor perbankan.
Dibandingkan dengan negara tetangga Malaysia misalnya, Indonesia terlihat begitu tertinggal jauh dalam mengembangkan kegiatan investasi syariah di pasar modal. Malaysia pertama kali mengembangkan kegiatan pasar modal syariah sejak awal tahun 1990 dan saat ini terus mengalami kemajuan yang cukup pesat. Sebagai contoh, data menunjukkan hingga akhir tahun 2004 total Nilai Aktiva Bersih (NAB) Reksa Dana Syariah mencapai 7,7% (tujuh koma tujuh perseratus) dari total NAB industri Reksa Dana di Malaysia, sedangkan Indonesia baru mencapai 0,51% (nol koma lima puluh satu per seratus) dari total NAB industri reksa dana.
Untuk obligasi syariah, di Malaysia hingga akhir tahun 2004 mencapai kenaikan 31,69% dari total nilai obligasi yang tercatat di pasar modal Malaysia, sementara di Indonesia hingga akhir Desember 2004 baru mencapai Rp. 1.424 Triliun atau 1,72% dari total nilai emisi obligasi di Indonesia pada tahun yang sama yaitu sebesar Rp. 83.005,345 Triliun. Pada sisi lain, harus diakui bahwa masih terdapat beberapa permasalahan mendasar yang menjadi kendala berkembangnya pasar modal yang berprinsip syariah di Indonesia. Kendala-kendala dimaksud diantaranya adalah selain masih belum meratanya pemahaman dan atau pengetahuan masyarakat Indonesia tentang investasi di pasar modal yang berbasis syariah, juga belum ditunjangnya dengan peraturan yang memadai tentang investasi syariah di pasar modal Indonesia serta adanya anggapan bahwa untuk melakukan investasi di pasar modal syariah dibutuhkan biaya yang relatif lebih mahal apabila dibandingkan dengan investasi pada sektor keuangan lainnya.
Hal-hal lain yang dianggap bisa mempengaruhi perkembangan Pasar Modal Syariah diantaranya adalah : perkembangan jenis instrumen pasar modal syariah yang dikuatkan dengan fatwa DSN — MUI, perkembangan transaksi sesuai syariah atas instrumen pasar modal syariah; dan perkembangan kelembagaan yang memantau macam dan transaksi pasar modal syariah (termasuk Bapepam Syariah, Lembaga Pemeringkat Efek Syariah dan Dewan Pengawas Islamic Market/Index). Keberadaan pasar modal di Indonesia merupakan salah satu faktor terpenting dalam ikut membangung perekonomian nasional, terbukti telah banyak industri dan perusahaan yang menggunakan institusi pasar modal ini sebagai media untuk menyerap investasi dan media untuk memperkuat posisi keuangannya. Secara faktual, pasar modal telah menjadi financial nerve centre (saraf finansial dunia)
pada dunia ekonomi modern dewasa ini, bahkan perekonomian modern tidak akan mungkin bisa eksis tanpa adanya pasar modal yang tangguh dan berdaya saing global serta terorganisir dengan baik. Bangkitnya ekonomi Islam di Indonesia dewasa ini menjadi fenomena yang menarik dan menggembirakan terutama bagi penduduk Indonesia yang mayoritas beragama Islam. Praktek kegiatan ekonomi konvensional, khususnya dalam kegiatan pasar modal yang mengandung unsur spekulasi sebagai salah satu komponennya nampaknya masih menjadi hambatan psikologis bagi umat Islam untuk turut aktif dalam kegiatan investasi terutama di bidang pasar modal, sekalipun berlabel syariah.
Perbedaan mendasar antara pasar modal konvensional dengan pasar modal syariah dapat dilihat pada instrumen dan mekanisme transaksinya, sedangkan perbedaan nilai indeks saham syariah dengan nilai indeks saham konvensional terletak pada kriteria saham emiten yang harus memenuhi prinsip-prinsip dasar syariah. Secara umum konsep pasar modal syariah dengan pasar modal konvensional tidak jauh berbeda meskipun dalam konsep pasar modal syariah disebutkan bahwa saham yang diperdagangkan harus berasal dari perusahaan yang bergerak dalam sektor yang memenuhi kriteria syariah dan terbebas dari unsur ribawi, serta transaksi saham dilakukan dengan menghindarkan berbagai praktik spekulasi.
Pasar modal syariah dikembangkan dalam rangka mengakomodir kebutuhan umat Islam di Indonesia yang ingin melakukan investasi di produk-produk pasar  odal yang sesuai dengan prinsip dasar syariah. Dengan semakin beragamnya sarana dan produk investasi di Indonesia, diharapkan masyarakat akan memiliki alternatif berinvestasi yang dianggap sesuai dengan keinginannya, disamping investasi yang selama ini sudah dikenal dan berkembang di sektor perbankan. Sebagaimana diketahui bahwa Indonesia adalah merupakan sebuah negara dengan penduduk yang mayoritas beragama Islam, oleh karena itu sektor industri pasar modal diharapkan bisa mengakomodir dan sekaligus melibatkan peranserta warga muslim dimaksud secara langsung untuk ikut aktif menjadi pelaku utama pasar, tentunya adalah sebagai investor lokal di pasar modal Indonesia.
Sebagai upaya dalam merealisasikan hal tersebut, maka sudah sewajarnya disediakan dan dikembangkan produk-produk investasi di pasar modal Indonesia yang sesuai dengan prinsip dasar ajaran agama Islam. Hal tersebut di atas menjadi penting mengingat masih adanya anggapan di kalangan umat Islam sendiri bahwa berinvestasi di sektor pasar modal di satu sisi adalah merupakan sesuatu yang tidak diperbolehkan (diharamkan) berdasarkan ajaran Islam, sementara pada sisi yang lain bahwa Indonesia juga perlu memperhatikan serta menarik minat investor mancanegara untuk berinvestsi di pasar modal Indonesia. terutama investor dar negara-negara Timur Tengah yang diyakini merupakan investor potensial.
Dalam ajaran Islam, bahwa kegiatan berinvestasi dapat dikategorikan sebagai kegiatan ekonomi yang sekaligus kegiatan tersebut termasuk kegiatan muamalah yaitu suatu kegiatan yang mengartur hubungan antar manusia. Sementara itu berdasarkan kaidah Fikih, bahwa hukum asal dari kegiatan muamalah itu adalah mubah (boleh) yaitu semua kegiatan dalam pola hubungan antar manusia adalah mubah (boleh) kecuali yang jelas ada larangannya (haram). Ini berarti ketika suatu kegiatan muamalah yang kegiatan tersebut baru muncul dan belum dikenal sebelumnya dalam ajaran Islam maka kegiatan tersebut dianggap dapat diterima kecuali terdapat implikasi dari Al Qur’an dan Hadist yang melarangnya secara implisit maupun eksplisit.
Dalam beberapa literatur Islam klasik memang tidak ditemukan adanya terminologi investasi maupun pasar modal, akan tetapi sebagai suatu kegiatan ekonomi, kegiatan tersebut dapat diketegorikan sebagai kegiatan jual beli (al Bay). Oleh karena itu untuk mengetahui apakah kegiatan investasi di pasar modal merupakan sesuatu yang dibolehkan atau tidak menurut ajaran Islam, kita perlu mengetahui hal-hal yang dilarang/ diharamkan oleh ajaran Islam dalam hubungan jual beli.

Perkembangan Pasar Modal Syariah di Indonesia
Perkembangan pasar modal syariah di Indonesia secara umum ditandai oleh berbagai indikator diantaranya adalah semakin maraknya para pelaku pasar modal syariah yang mengeluarkan efek-efek syariah selain saham-saham dalam Jakarta Islamic Index (JII). Dalam perjalanannya perkembangan pasar modal syariah di Indonesia telah mengalami kemajuan, sebagai gambaran bahwa setidaknya terdapat beberapa perkembangan dan kemajuan pasar modal syariah yang patut dicatat hingga tahun 2004, diantaranya adalah telah diterbitkan 6 (enam) Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) yang berkaitan dengan industri pasar modal. Adapun ke enam fatwa dimaksud adalah :
1. No.05/DSN-MUI/IV/2000 tentang Jual Beli Saham;
2. No.20/DSN-MUI/IX/2000 tentang Pedoman Pelaksanaan Investasi Untuk Reksa Dana Syariah;
3. No.32/DSN-MUI/IX/2002 tentang Obligasi Syariah;
4. No.33/DSN-MUI/IX/2002 tentang Obligasi Syariah Mudharabah;
5. No.40/DSN-MUI/IX/2003 tentang Pasar Modal dan Pedoman Umum Penerapan Prinsip syariah di Bidang Pasar Modal;
6. No.41/DSN-MUI/III/2004 tentang Obligasi Syariah Ijarah.
Fatwa-fatwa tersebut di atas mengatur prinsip-prinsip syariah di bidang pasar modal yang meliputi bahwa suatu efek dipandang telah memenuhi prinsip-prinsip syariah apabila telah memperoleh pernyataan kesesuaian syariah secara tertulis dari DSN-MUI. Adapun tahapan-tahapan yang harus dilalui untuk memperoleh sertifikat/ predikat syariah dari DSN-MUI yaitu bahwa calon emiten terlebih dahulu harus mempresentasikan terutama struktur bagi hasilnya dengan nasabah/ investor, struktur transaksinya, bentuk perjanjiannya seperti perjanjian perwali amanatan dll.

Perkembangan di lantai Bursa
Perkembangan transaksi saham syariah di Bursa Efek Jakarta bisa digambarkan bahwa, berdasarkan lampiran Pengumuman BEJ No. Peng-499/BEJDAG/U/12-2004 tanggal 28 Desember 2004, bahwa daftar nama saham tercatat yang masuk dalam perhitungan Jakarta Islamic Index (JII) untuk periode 3 Januari 2005 s.d Juni 2005 adalah sebagai berikut :
Anggota JII Periode Januari s.d. Juni 2005
No Nama Emiten No Nama Emiten
1. Astra Agro Lestari 16 Kalbe Farma
2. Adhi Karya (persero) 17 Limas Stokhomindo
3. Aneka Tambang (Persero) 18 London Sumatera
4. Bakrie & Brothers 19 Medco Energi International
5. Barito Pacific Timber 20 Multipolar
6. Bumi Resources 21 Perusahaan Gas Negara (Persero)
7. Ciputra Development 22 Tambang Batu Bara Bukit Asam
8. Energi Mega Persada 23 Semen Cibinong
9. Gajah Tunggal 24 Semen Gresik (Persero)
10. International Nickel Ind 25 Timah
11. Indofood Sukses Makmur 26 Pabrik Kertas Tjiwi Kimia
12. Indah Kiat Pulp & Paper 27 Telekomunikasi Indonesia
13. Indocement Tunggal Prakasa 28 Tempo Scan Pacific
14. Indosat 29 United Tractors
15. Kawasan Industri Jababeka 30 Unilever Indonesia
Adapun kinerja saham-saham syariah yang terdaftar dalam Jakarta Islamic Index (JII) dimaksud juga mengalami perkembangan yang cukup baik, hal ini terlihat dari kenaikan index JII sebesar 37,90% dari 118,952 pada akhir tahun 2003 menjadi 164,029 pada penutupan akhir tahun 2004. Begitu pula nilai kapitalisasi sahamsaham syariah yang terdaftar dalam JII juga meningkat signifikan sebesar 48,42% yaitu dari Rp.177,78 Triliun pada akhir Desember 2003 menjadi Rp.263,86 Triliun pada penutupan akhir Desember 2004.
No. U r a i a n Desember 2003 Desember 2004 Persentase
Peningkatan
Jakarta Islamic Index (JII)
a - Index JII 118.952 164.029 37,90%
b - Nilai Kapitalisasi Rp. 177,78 Triliun Rp. 263,86 Triliun 48,42%

Perkembangan Obligasi Syariah
Salah satu indikasi pertumbuhan dan perkembangan obligasi syariah pada akhir-akhir ini dapat dilihat dari maraknya penawaran umum perdana obligasi syariah dengan akad Ijarah. Sebagai gambaran bahwa sampai dengan akhir tahun 2003 hanya terdapat 6 (enam) emiten yang menawarkan obligasi syariah di pasar modal Indonesia dengan total nilai emisi sebesar Rp 740 Milyar, sedangkan pada tahun 2004 ada penambahan sebanyak 7 (tujuh) emiten baru yang telah mendapatkan pernyataan efektif dari Bapepam. Dengan demikian, sampai dengan akhir tahun 2004 secara kumulatif terdapat 13 (tiga belas) emiten yang menawarkan obligasi syariah atau meningkat sebesar 116,67% jika dibandingkan dengan tahun 2003 yang hanya ada 6 (enam) emiten obligasi.
Perkembangan selanjutnya adalah ditandai dengan meningkatnya nilai emisi obligasi syariah di pasar modal Indonesia, seperti diketahui bahwa nilai emisi obligasi syariah pada akhir tahun 2003 baru mencapai sebesar Rp 740 Milyar sedangkan nilai emisi obligasi yang sama pada akhir tahun 2004 mencapai Rp 1.424 Triliun yang berarti ada peningkatan sebesar 92,43%, namun jika dibandingkan dengan total nilai emisi obligasi di pasar modal Indonesia di tahun 2004 secara keseluruhan yaitu sebesar Rp. 83.005,349 Triliun, maka prosentasenya masih terlalu kecil yaitu baru mencapai 1,72%.
Penerbit Obligasi Syariah s/d Desember 2004
No. Instrumen inv. syariah Tgl. Efektif Total (Milyar
Rp)
Indikasi
return %
1. Indosat Syariah Mudharabah (2002) 30-Oct-02 175 16,75
2. Bank Muamalat Syariah Subordinasi (2003) 30-Jun-03 200 17
3. Cilindra Perkasa I Th. (2003) 18-Sep-03 60 14
4. Bukopin Syariah Mudharabah (2003) 30-Jun-03 45 15
5. Berlian Laju Tanker Mudharabah (2003) 05-Dec-03 60 13
6. BSM Mudharabah (2003) 22-Oct-03 200 13
7. Obligasi Syariah PTPN VII (2004) 18-Mar-04 75 13,5
8. Matahari Putra Prima Ijarah (2004) 28-Apr-04 150 13,80
9. Sona Topas Tourism Ijarah (2004) 17-Jun-04 52 13,5 — 14,5
10. Citra Sari Makmur Ijarah (2004) 29-Jun-04 100 13,5 — 14,5
11. CSM Corpotama Ijarah (2004) 1-Nov-04 100 13,25
12. Berlian Ijarah I (2004) 2-Des-04 85 13,75
13. Humpus Intermoda Trans Ijarah I (2004) 10-Des-04 122
Total Nilai Emisi 1.424 T
Merujuk kepada Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No: 32/DSN-MUI/IX/2002, "Obligasi Syariah adalah suatu surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan Emiten kepada pemegang Obligasi Syari’ah yang mewajibkan Emiten untuk membayar pendapatan kepada pemegang Obligasi Syari’ah berupa bagi hasil/margin/fee, serta membayar kembali dana obligasi pada saat jatuh tempo". Sebagai tindak lanjut atas fatwa di atas, pada Oktober 2002 PT. Indosat Tbk telah mengeluarkan obigasi syariah yang pertama kali di pasar modal Indonesia dengan tingkat imbal hasil 16,75 %, suatu tingkat imbal hasil (return) yang cukup tinggi jika dibanding rata return obligasi dengan prinsip riba/konvensional.

Perkembangan Reksadana Syariah
Secara umum pertumbuhan dan perkembangan Reksadana syariah mengalami kenaikan cukup pesat. Hal ini terlihat dari data statistik bahwa sampai dengan tahun 2003 hanya ada 3 (tiga) reksa dana syariah dimana 1 (satu) diantaranya efektif pada tahun yang sama, sedangkan pada tahun 2004 terdapat sebanyak 7 (tujuh) reksa dana syariah baru dinyatakan efektif, sehingga sampai dengan akhir tahun 2004 secara kumulatif terdapat 10 (sepuluh) reksa dana syariah telah ditawarkan kepada masyarakat atau meningkat sebesar 233,33 % jika dibandingkan dengan tahun 2003 yang hanya terdapat 3 (tiga) reksa dana syariah dengan total Nilai Aktiva Bersih (NAB) sebesar Rp 168.110,17 Milyar. Harus diakui bahwa sampai dengan akhir tahun 2004, total (NAB) reksa dana syariah baru mencapai Rp. 525.970,10 Milyar (0,51%) dari total NAB industri reksa dana di pasar modal Indonesia yaitu sebesar Rp. 104.037.824,63 Trilyun. Namun jika dibandingkan dengan NAB reksadana syariah sampai dengan tahun 2003, maka terlihat meningkat sebesar 312,872% yaitu dari Rp 168.110,17 Milyar (Rp.73.984,22 + Rp. 94.125,95) pada akhir tahun 2003 menjadi Rp. 525.970,10 Milyar pada akhir tahun 2004.
Penerbit Reksadana Syariah s/d Desember 2004
No. Instrumen inv. syariah Tgl. Efektif NAB
(Milyar Rp)
1 PNM Syariah 2000 15-Mei-00 59.239,28
2 Danareksa Syariah Berimbang 2000 12-Nov-00 14.744,94
3 Batasa Syariah 2003 21-Juli 03 94.125,95
4 BNI Dana Plus Syariah 2004 21-April-04 30.517,01
5 BNI Dana Syariah 2004 21-April-04 140.556,97
6 Dompet Dhuafa Batasa Syariah 2004 20-Juli-04 10.446,99
7 AAA Syariah Fund 2004 12-Agst-04 7.395,84
Jakarta, 19 April 2005
8 PNM Amanah Syariah 2004 26-Agst-04 129.900,67
9 BSM Investa Berimbang 2004 14-Okt-04 23.080,54
10 Big Dana Syariah 2004 29-Okt-04 15.961,91
Total Nilai NAB 525.970,10
Milyar

Syariah di pasar modal jangan hanya sekedar label
Sejak konsep syariah diintroduksi ke dalam industri pasar modal beberapa tahun yang lalu, setidaknya masyarakat selaku investor mempunyai alternatif untuk berinvestasi ke industri dan instrumen yang diyakini memiliki nilai kehalalan, mengingat bahwa sebelum instrument/ produk dimaksud diluncurkan harus terlebih dahulu mendapat sertifikat dari DSN-MUI. Bagi umat islam yang teguh menerapkan prinsip syariah dalam berbagai aspek kehidupannya, sudah barang tentu akan memilih instrumen investasi yang berbasis syariah. Pertimbangan untuk menerbitkan instrument syariah oleh emiten dirasakan cukup rasional, mengingat bahwa instrument syariah tidak mengacu pada bunga yang flat atau fluktuatif yang sangat tergantung pada kondisi moneter pada suatu Negara. Artinya bahwa bila suatu perusahaan mengalami kondisi keuangan yang kurang baik, maka yield yang diberikan kepada nasabah/ pemegang saham juga disesuaikan dengan kondisinya, sehingga perusahaan tidak terlalu khawatir memikirkan untuk menanggung resiko secara berlebihan.
Adapun yang menjadi pertanyaan sekarang ini adalah, apakah dengan telah mendapatkan label halal dari DSN-MUI akan secara otomatis menjadikan instrument tersebut dalam prakteknya sehari-hari terbebas dari unsur ribawi atau unsur lain yang bertentangan dengan syariah islam ?, mengingat sejauhmana DSNMUI punya otoritas untuk mengawasi day to day emiten-emiten yang sudah mengeluarkan produk syariah dan barangkali Bapepam sekalipun merasa sulit untuk melakukan pengawasan dimaksud. Selama ini investor/ nasabah pasar modal syariah memang merasa sulit untuk mengawasi apakah prinsip syariah memang telah diimplementasikan sepenuhnya dalam praktek sehari-hari oleh perusahaan yang menerbitkan instrument syariah. Pengawasan terhadap perusahaan yang telah menerbitkan efek syariah memang menjadi hal yang krusial untuk memastikan bahwa istilah syariah tidak hanya sekedar label belaka, melainkan memang harus menjiwai setiap kegiatan perusahaan tersebut.
Ditengah-tengan maraknya instrument investasi yang berlabel syariah, perlu dicermati pula bahwa minimnya aturan-aturan hukum yang memayungi setiap kegiatan dan atau transaksi syariah di pasar modal juga dirasakan sebagai ketidakjelasan aspek perlindungan terhadap para investor atau nasabah pasar modal syariah. Hal lain yang dirasakan cukup membantu dalam memajukan investasi syariah di pasar modal antara lain, perlunya diwajibkan bagi setiap emiten yang menerbitkan instrument syariah untuk membentuk dan atau memiliki Syariah Compliance Officer (SCO) yang sudah barang tentu kriterianya adalah seseorang yang telah memiliki pemahaman kesyariahan di pasar modal dan yang telah mendapatkan sertifikasi dari DSN-MUI.
Tekad Bapepam mendukung pasar modal syariah
Sebagai upaya dalam menjawab tantangan yang semakin besar dimasa yang akan datang terutama dalam rangka mengembangkan pasar modal syariah di Indonesia maka secara konkrit Bapepam telah mulai mewujudkan hal dimaksud yaitu pada bulan Oktober 2004 yang lalu Bapepam secara resmi telah membentuk unit khusus setingkat Eselon IV yang membawahi pengembangan kebijakan pasar modal syariah di pasar modal Indonesia. Mudah-mudahan dengan telah terbentuknya unit khusus tersebut, dalam waktu yang tidak terlalu lama akan lahir landasan hukum pasar modal syariah dari Bapepam yang sudah barang tentu hal itu ditunggu-tunggu oleh semua pelaku pasar modal di Indonesia, disamping itu bahwa landasan hukum dimaksud tentunya juga akan dipakai sebagai acuan yang sekaligus sebagai perlindungan hukum bagi pelaku pasar modal syariah di Indonesia.
Harapan penulis mudah-mudahan setelah melihat dan mencermati perkembangan serta pertumbuhan pasar modal syariah di Indonesia, Bapepam akan semakin meningkatkan peranannya selaku otoritas pasar modal dan bila kondisi sudah memungkinkan tentunya status unit khusus yang menangani pasar modal syariah di Bapepam selanjutnya perlu disesuaikan dengan membentuk suatu unit atau bagian khusus setingkat Eselon III yang membawahi pengembangan kebijakan
pasar modal syariah di Indonesia.

Kamis, 16 Februari 2012

BISNIS DAN PERBANKAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM

BISNIS DAN PERBANKAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM


I.  LATAR BELAKANG
Sudah cukup lama umat Islam secara umum dan tak lepas darinya. Indonesia mengalami suatu penyakit dualisme ekonomi-syariat yang cukup kronis. Dualisme ini muncul sebagai akibat dari ketidakmampuan umat untuk menggabungkan dua disiplin ilmu ekonomi dan syariat yang seharusnya saling mengisi dan menyempurnakan. Di satu pihak kita mendapatkan para ekonom, bankir dan bussinesmen yang aktif dalam menggerakkan roda pembangunan ekonomi tetapi lupa membawa pelita agama karena tidak menguasai syariat terlebih lagi fiqh muamlah secara mendalam. Di pihak lain kita menemukan para Kiai dan Ulama yang menguasai secara mendalam konsep-konsep fiqh, ushul fiqh, ulumul qur’an dan disiplin ilmu lainnya tetapi mereka kurang menguasai dan memantau tentang fenomena ekonomi dan gejolak bisnis yang terjadi disekelilingnya. Akibatnya ada semacam tendensi da kulla umariddunya lil qaisar wa fawwidh kulla umuril akhirah lil baba (biarlah kami mengatur urusan akhirat dan mereka untuk urusan dunia; padahal Islam adalah risalah untuk dunia dan akherat.[1]
Akibat langsung dari hal tersebut di atas, Islam senantiasa menjadi penonton dalam segenap percaturan ekonomi dan bisnis yang terjadi. Hal ini wajar saja karena konsep-konsepnya hanya tersimpan dalam kitab-kitab sertta tidak ada proses pemulihan, ekonomi ini akan berlangsung lamban dengan tingkat pertumbuhan 2 %.
Pertumbuhan global 2% ini dimungkinkan karena kondisi perekonomian yang lebih baik di Eropa Timur dan bekas Uni Sovyet yakni minus 3,5 % . ini juga didukung oleh pertumbuhan 5% di negara-negara berkembang terutama Asia. Membaiknya pertumbuhan di negara-negara industri sekitar 6-7% juga akan membantu proses perbaikan meskipun tidak diimbangi penurunan tingkat pengangguran 7,3%.
Pada tahun 1992, perekonomian dunia secara global hanya tumbuh 0,4% ini merupakan kombinasi dari pertumbuhan 1,5% di negara-negara Industri,  4,5% di negara-negara berkembang serta minus 18,4% di negara-negara Eropa Timur dan republik-republik bekas Uni Sovyet yang kini tengah melakukan transisi ekonomi.[2]
Dari perkembangan ekonomi dunia yang sangat kecil inilah lalu lahir pemikiran-pemikiran mengenai konsep Islam dalam dunia bisnis dan perbankan. Yang akan menjadi bahasan penulis. Sehingga kita sebagai umat Islam tahu bahwa kita punya suatu sistem yang dinamakan sistem ekonomi Islam.

II. POKOK MASALAH
Setelah pemaparan dari latar belakang diatas maka pokok-pokok masalah yang akan penulis bahas dalam esai ini adalah
  1. Bagaimana pandangan Islam terhadap Bisnis dan Ekonomi?
  2. Bagaimana prinsip operasional dan produk perbankan Islam dalam jaman modern sekarang ini?
  3. Bagaimana perkembangan Bank Syariat pada masa sekarang?


III.  ANALISIS
A.  Lembaga Keuangan Islam; Dari Teori Ke Praktek
Kerangka kegiatan muamalat secara garis besar dapat dibagi dalam tiga bagian besar; politik, sosial, ekonomi.
Dari ekonomi dapat diambil tiga turunan lagi yaitu konsumsi, simpanan, dan investasi. Berbeda dengan sistem lainnya, Islam mengajarkan pola konsumsi yang moderat, tidak berlebihan tidak juga keterlaluan. Lebih jauh, dengan lugas Al-Qur’an melarang terjadinya perbuatan tabdzir.[3]
Doktrin Al-Qur’an ini secara ekonomi dapat diartikan mendorong terpupuknya surplus konsumsi dalam bentuk simpanan, untuk dihimpun, kemudian dipergunakan dalam membiayai investasi, baik untuk perdagangan, produk dan jasa.
Dalam konteks inilah kehadiran lembaga keuangan mutlak adanya (dharurah), karena ia bertindak sebagai intermediate antara unit supply dengan unit demand.[4]

B.  Operasional Sistem Syariat, Dalam Sebuah Lembaga Keuangan.
Tampaklah jelas bahwa keberadaan lembaga keuangan dalamIslam adalah vital karena kegiatan bisnis dari roda ekonomi tidak akan berjalan tanpanya.
Untuk mendapatkan persepsi yang jelas tentang konsep Islam alam Lembaga Keuangan, khususnya Bank, berikut ini adalah uraian tentang prinsip operasional dan produk perbankan Islam.

Prinsip Operasional
Bank Islam dalam menjalankan usahanya minimal mempunyai 5 prisip operasioanl yang terdiri dari (1) sistem simpanan, (2) bagi hasi, (3) margin keuangan, (4) sewa, (5) fee.[5]

1.  Prinsip Simpanan Murni
Prinsip Simpanan Murni merupakan fasilitas yang diberikanoleh Bank Islam untuk memberikan kesempatab kepada pihak yang kelebihan dana untuk menyimpan dananya dalam bentuk al Wadi’ah. Fasilitas al Wadiah biasa diberikan untuk tujuan keamanan dan pemindahbukuan dan bukan untuk tujuan investasi guna mendapatkan keuntungan seperti halnya tabungan dan deposito. Dalam dunia perbankan konvensional al Wadiah identik dengan giro.

2.  Bagi Hasil
Sistem ini adalah suatu sistem yang meliputi tatacara pembagian hasil usaha antara penyedia dana dengan pengelolaan dana. Pembagian hasil usaha ini dapat terjadi antara bank dengan penyimpan dana, maupun antara bank dengan nasabah penerima dana. Bentuk produk berdsarkan prinsip ini adalah mudharabah dan musyarakah. Lebih jauh prinsip mudharabah dapat dipergunakan sebagai dasar, baik untuk produk pendanaan (tabungan dan deposito) maupun pembiayaan, manakala musyarakah hanya untuk pembiayaan.

3.  Prinsip Jula Beli dan Margin Keuntungan
Prinsip ini merupakan suatu sistem yang menerapkan tat cara jualbeli, dimana bank akan membeli erlebih dahulu barang yang dibutuhkan atau mengangkat nasabah sebgai agen bank melakukan pembelian barang atas nama bank, kemudian bank menjual barang tersebut kepada nasabah dengan harga sejumlah harga beli ditambah dengan keuntungan (margin/ mark-up).
4.  Prinsip Sewa
Prisip ini secara garis besar terbagi kepada 2 jenis;
  • Ijarah, sewa murni, seperti halnya penyewaan traktor dan alatalat lainnya (operating lease).
  • Bai al Takjiri, sewa beli, di mana si penyewa mempunyai hak untuk memiliki barang pada akhir masa sewa (finance lease).


5.  Prinsip Fee (Jasa)
Prinsip ini meliputi seluruh layanan nonpembiayaan yang diberikan bank. Bentuk prosuk yang berdasarkan prinsip ini antara lain Bank Garansi, Kliring, Inkaso, Jasa Transfer dan lain-lain.

Produk Bank Syariat dan BPR Syariat
Pada sistem operasi Bank Syariat, pemilim dana menanamkan uangnya di bank tidak dengan motif mendapatkan bunga, tetapi dalam rangka mendapatkan keuntungan bagi hasil. Dana nasabah tersebut kemudian disalurkan kepada mereka yang membutuhkan (misalnya sebagai modal usaha), dengan perjanjian pembagian keuntungan sesuai kesepakatan.

1.  Produk Pengerahan Dana[6]
a.  Giro Wadi’ah
dana nasabah yang dititipkan di bank. Setiap saat nasabah berhak mengambilnya dan mendapatkan bonus dari keuntungan pemanfaatan dana giro oleh bank. Besarnya bonus tidak ditetapkan dimuka tetapi benar-benar merupakan kebijaksanaan bank. Sungguhpun demikian nominalnya diupayakan sedemikian rupa untuk senantiasa kompetitif.
b.  Tabungan Mudharabah
dana yang disimpan nasabah akan dikelola bank, untuk memperoleh keuntungan. Keuntungan akan diberikan kepada nasabah berdasarkan kesepakatan bersama. Dalam produk ini dapat dilakukan mutasi, sehingga perlu perhitungan saldo rata-rata.
c.  Deposito Investasi Mudharabah
dana yang disimpan nasabah hanya bisa ditarik berdasarkan  jangka waktu yang telah ditentukan, dengan bagi hasil keuntungan berdasarkan kesepakatan bersama.
d.  Tabungan haji Mudharabah
simpanan pihak ketiga yang penarikannya dilakukan pada saat nasabah akan menunaikan ibadah haji, atau pada kondisi-kondisi tertentu sesuai dengan perjanjian nasabah. Merupakan simpanan dengan memperoleh imbalan bagi hasil. (Mudharabah).
e.  Tabungan Kurban
simpanan pihak ketiga yang dihimpun untuk ibadah kurban dengan penarikan dilakukan pada saat nasabah akan melaksanakan ibadah Kuraban atau atas kesepakatan antara pihak bank dan nasabah. Juga merupakan simpanan yang akan memperoleh imbalan bagi hasil (Mudharabah).
2.  Produk Penyaluran Dana
a.  Mudharabah
bank dapat menyediakan pembiayaan modal investasi atau modal kerja, hingga 100%, sedangkan nasabah menyediakan usaha dan manajemennya. Bagi hasil keuntungan melalui perjanjian yang sesuai dengan proporsinya.
b.  Murabahah
pembiayaan pemeblian barang lokal maupun internasional. Pembiayaan ini mirip dengan kredit modal kerja dari bank konvensional, karena itu jangka waktu pembiayaan tidak lebih dari satu tahun. Bank medapat keuntungan dari haraga barang yang dinaikan.
c.  Bai Bitsaman ’Ajil
pembiayaan pembelia barang dengan cicilan. Pembiayaan ini dicicil mirip dengan kredit investasi daribank konvensional, karena itu jangka waktu pembiayaan bisa lebih dari satu tahun. Bank mendapat keuntungan dan harga barang yang dinaikkan.
d.  Al Qardhul Hasan
pinjaman lunak bagi pengusaha yang benar-benar kekurangan modal. Nasabah tidak perlu membagi keuntungan kepada bank, tetapi hanya membayar biaya administrasi saja.

C.  Pengembangan Bank Syariat di Tanah Air
Salah satu batasan Bank Indonesia bagi bank-bank yang baru berdiri adalah tidak dapat membuka cabang selama dua tahun pertama. Jika setelah dua tahun, bank dalam keadaan sehat barulah dapat diizinkan membuka cabang.[7]
Batasan ini pula berlaku bagi bank syariat, padahal konsep bank syariat ini harus secepatnya dimasyarakatkan, disamping masyarakat sendiri menantinya. Salah satu cara mengatasinya adalah denganmendirikan BPR-BPR Syariat.
Inilah satu peran penting Bank Syariat menjadikan masyarakat Indonesia lebih bank minded atau tepatnya lebih Islamic Bank Minded. Pada tahap praoperasi, Bank Muamalat dalam memberikan bantuan teknis berupa legalitas usaha, sistem operasi, pelatihan, organisasi, dan saran. Pada tahap operasi, Bank Syariat dapat memberikan bantuan teknis berupa adanya Bank Syariat Desk yang berfungsi sebagai Liason Officer, pendamping manajemen BPR Syariat, dan pelaksana harian impelmentasi sistem operasi BPR Syariat, pengelolaan dan pengawas portofolio Bank Syariat, advisory on business planning and control untuk Bank Syariat, melakukan penelitian dan pengembangan usaha pada daerahyang bersangkutan untuk kepentingan BPR Syariat dan Bank Syariat.[8]
Perjanjian kerja sama pembiayaan juga dapat dilakukan antara lain[9]
a.  handling dan disbursing agent yang berfungsi antara lain :
1)      agen penyalur dana
2)      administrasi pembiayaan
3)      monitoring hubungan pembiayaan dengan nasabah
b.  cofinancing / sindikasi
c.  Bai al dayn ( reciprocal)
d. mudharabah placement (reciprocal)

Perjanjian kerja sama korespondensi bank dapat dilakukan antara lain[10]
  1. paying bank
  2. collecting bank
  3. agen penjualan saham
  4. pusat informasi trade finance

Dengan jaringan kerja ini terciptalah sinergi usaha (business sinergism), baik produk pendanaan (tabungan bersama bank syariat), maupun pembiayaannya.



III.  KESIMPULAN
1.      Berbicara mengenai bisnis dan ekonomi dalam Islam, Islam memandang bahwa bumi dan segala isinya merupakan amanah dari Allah swt. Kepada manusia sebagai khalifah di bumi ini, untuk dipergunakan sebesar-besarnya bagi kesejahteraan umat manusia. Untuk mencapai tujuan yang suci ini Allah tidak meninggalkan manusia sendirian tetapi diberikan petunjuknya melalui para Rasul-Nya. Dalam petunjuk ini Allah berikan segala sesuatu yang dibutuhkan manusia, baik akidah ahlak  maupun syariat. Dua komponen yang pertama akidah dan ahlak sifatnya konstan dan tak mengalami perubahan dengan berbedanya waktu dan tempat. Adapun komponen yang terakhir syariat senantiasa diubah sesuai kebutuhan dan taraf peradaban umat, dimana seorabg Rasul diutus. Melihat kenyataan ini syariat Islam sebagai suatu syariat yang dibaw oleh Rasul terakhir punya keunikan tersendiri, ia bukan saja komprehensif tetapi juga universal. Komprehensif berarti ia merangkum seluruh aspek kehidupan baik ritual (ibadah) maupun sosial (muamalah). Universal bermakna ia dpat diterpkan dalam setiap waktu dan tempat sampai hari akhir nanti Sifat-sifat istimewa ini mutlak diperlukan sebab tidak ada syariat lain yang datang untuk menyempurnakannya.
2.      Bank Islam dalam menjalankan usahanya minimal mempunyai 5 prisip operasioanl yang terdiri dari (1) sistem simpanan, (2) bagi hasi, (3) margin keuangan, (4) sewa, (5) fee.  produk perbankan Islam dalam jaman modern sekarang ini terbagi menjadi dua yakni
1.        Produk Pengerahan Dana : a.  Giro Wadi’ah; b.  Tabungan Mudharabah; c.  Deposito Investasi Mudharabah; d.  Tabungan haji Mudharabah; e.  Tabungan Kurban
2. Produk Penyaluran Dana : a.  Mudharabah; b.  Murabahah; c.  Bai Bitsaman ’Ajil; d.  Al Qardhul Hasan
3.      Perkembangan Bank Syariat pada masa sekarang belum berkembang pesat karena masih terdapat beberapa kendala yakni orang Islam yang masih lebih suka menabung di bank konvensional daripada bank Islam, masalah sulitnya perijinan pendirian Bank Syariat  oleh Bank Indonesia, dll.
DAFTAR PUSTAKA
1) Ali Fikri, 1997. Hakekat Islam : Suatu Perbandingan Dalam Mustafa Kamal (ED) Wawasan Islam dan Ekonomi. Jakarta : Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI.
2)      Ali Fikri. 1997. Karakteristik-Karakteristik Umum Ajaran Islam Dalam Mustafa Kamal (ED) Wawasan Islam dan Ekonomi. Jakarta : Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI.
3)      Muhammad Anis Matta. 1997. Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam Dalam Mustafa Kamal (ED) Wawasan Islam dan Ekonomi. Jakarta : Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI.
4)      Ali Fikri. 1997. Prinsip-Prinsip Dasar Ekonomi Islam Dalam Mustafa Kamal (ED) Wawasan Islam dan Ekonomi. Jakarta : Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI.
5)      Ahmad Muflih Saefuddin. 1997. Deskripsi Ekonomi Ribawi dan Islami Dalam Mustafa Kamal (ED) Wawasan Islam dan Ekonomi. Jakarta : Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI.
6)      Muhammad Syafi’i Antonio. 1997. Potensi dan Pesanan Sistem Ekonomi Islam Dalam Upaya Pembangunan Umat Nasional dan Global Dalam Mustafa Kamal (ED) Wawasan Islam dan Ekonomi. Jakarta : Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI.
7)      Ahmad Muflih Saefuddin. 1997.  Sosialisasi dan Inestitusionalisasi Ekonomi Islam Dalam Mustafa Kamal (ED) Wawasan Islam dan Ekonomi. Jakarta : Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI.
8)      Muhammad Syafi’i Antonio. 1997. Bisnis dan Perbankan Dalam Perspektif Islam Dalam Mustafa Kamal (ED) Wawasan Islam dan Ekonomi. Jakarta : Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI.
9)      Muhammad Syafi’i Antonio. 1997. Perbankan Syariat Dalam Perspektif Islam Dalam Mustafa Kamal (ED) Wawasan Islam dan Ekonomi. Jakarta : Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI.
10)  Ali Fikri. 1997. Tinjauan Tentang Konsep Baitul mal Dalam Islam Dalam Mustafa Kamal (ED) Wawasan Islam dan Ekonomi. Jakarta : Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI.


[1] Ali Fikri. Hakekat Islam : Suatu Perbandingan Dalam Mustafa Kamal (ED) Wawasan Islam dan Ekonomi.( Jakarta : Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI. 1997). Hlm.42

[2] Ahmad Muflih Saefuddin. 1997. Deskripsi Ekonomi Ribawi dan Islami Dalam Mustafa Kamal (ED) Wawasan Islam dan Ekonomi. Jakarta : Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI.

[3] Muhammad Anis Matta.. Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam Dalam Mustafa Kamal (ED) Wawasan Islam dan Ekonomi. (Jakarta : Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI. 1997). Hlm. 105.
[4] Ahmad Muflih Saefuddin. 1997.  Sosialisasi dan Inestitusionalisasi Ekonomi Islam Dalam Mustafa Kamal (ED) Wawasan Islam dan Ekonomi. Jakarta : Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI.

[5] Muhammad Syafi’i Antonio. 1997. Bisnis dan Perbankan Dalam Perspektif Islam Dalam Mustafa Kamal (ED) Wawasan Islam dan Ekonomi. Jakarta : Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI.

[6] Muhammad Syafi’i Antonio. 1997. Perbankan Syariat Dalam Perspektif Islam Dalam Mustafa Kamal (ED) Wawasan Islam dan Ekonomi. Jakarta : Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI.

[7] Ali Fikri. 1997. Karakteristik-Karakteristik Umum Ajaran Islam Dalam Mustafa Kamal (ED) Wawasan Islam dan Ekonomi. Jakarta : Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI.

[8] Ali Fikri. 1997. Prinsip-Prinsip Dasar Ekonomi Islam Dalam Mustafa Kamal (ED) Wawasan Islam dan Ekonomi. Jakarta : Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI.
[9] Muhammad Syafi’i Antonio. 1997. Potensi dan Pesanan Sistem Ekonomi Islam Dalam Upaya Pembangunan Umat Nasional dan Global Dalam Mustafa Kamal (ED) Wawasan Islam dan Ekonomi. Jakarta : Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI.
[10] Ali Fikri. 1997. Tinjauan Tentang Konsep Baitul mal Dalam Islam Dalam Mustafa Kamal (ED) Wawasan Islam dan Ekonomi. Jakarta : Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI.


Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by NewWpThemes | Blogger Theme by Lasantha - Premium Blogger Themes | New Blogger Themes